Jilbab Bagi Polwan Indonesia, mengapa dipersulit?

بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ

Saat Polwan Kalah dengan Pesepakbola

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mandeknya legalisasi penggunaan jilbab bagi polisi wanita (polwan) oleh Polri terus mendapat kecaman.
Usai aksi pengumpulan ribuan tanda tangan di Islamic Book Fair (IBF) 2014 untuk mendukung polwan berjilbab, Kongres Muslimah Indonesia pun mengkritik Polri yang tampak memperlambat proses tersebut.

Tak kurang, Khofifah Indar Parawansa sebagai Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) membandingkan apa yang terjadi di tubuh Korps Bhayangkara dengan proses serupa di tubuh Badan Sepak Bola Dunia (FIFA). 


“Untuk apa lagi ditunda-tunda? FIFA saja sudah menginzinkan pemain bola wanita untuk berjilbab,” jelas Khofifah saat ditemui usai menyampaikan materi di Kongres Muslimah Indonesia, Jumat (7/3) malam lalu.

FIFA resmi mengumumkan aturan pengenaan jilbab kepada para pemain sepak bola perempuan pada awal Maret lalu. Aturan tersebut melegalisasi pesepak bola berjilbab untuk bermain sepak bola atas pertimbangan religiositas.

Aturan tersebut dikeluarkan agar para pesepak bola Muslimah yang sehari-hari menutup aurat juga dapat mengenakan jilbab ketika bertanding.

Badan sepak bola tertinggi di dunia itu melarang jilbab bagi para pemain bola perempuan pada 2007 dengan alasan keselamatan. Larangan ini membuat gadis berjilbab berusia 11 tahun di Kanada dilarang bermain sepak bola.

Tim sepak bola putri Iran pun  didiskualifikasi karena menolak melepaskan penutup kepala mereka sebelum pertandingan melawan Yordania pada putaran kedua kualifikasi Olimpiade 2012.

Sama dengan Polri, FIFA pun mendapat kecaman. Alhasil, IFAB yang berpendapat lain dengan larangan FIFA memberi rekomendasi.
Dewan asosiasi sepak bola dunia itu kemudian membolehkan pengenaan penutup kepala bagi para pemain untuk diuji coba selama periode dua tahun.

Khofifah heran bukan kepalang. Faktanya, banyak pejabat badan sepak bola tersebut yang notabene bukan beragama Islam.
Mereka berbeda dengan para pejabat Polri yang di KTP-nya menuliskan Muslim. “Ini negara dengan mayoritas Islam terbesar di dunia kok, masih mikir-mikir. Heran saya.”

Kapolri: Jilbab Polwan Masih Dievaluasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Sutarman mengatakan peraturan pemakaian jilbab untuk polisi wanita hingga saat ini masih dievaluasi karena akan berdampak pada perubahan peraturan dasar kepolisian.

"Ini kami masih evaluasi, bukan tidak kami evaluasi, karena itu menjadi tuntutan masyarakat," kata Sutarman kepada wartawan saat berkunjung di Markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, perubahan peraturan pemakaian jilbab bagi polisi wanita (polwan) memiliki konsekuensi mengubah peraturan dan ketentuan dasar terkait seragam kepolisian (gampol). Sehingga hal itu memerlukan banyak pertimbangan.

"Polri itu kan memiliki peraturan seragam kepolisian (gampol) yang diatur oleh ketentuan dan aturan. Mengubah aturan itu harus kami lakukan secara benar melalui kajian dan melalui pertimbangan yang banyak," katanya.

Sementara itu, selama proses pembahasan perubahan peraturan itu, menurut dia, anggota kepolisian harus tetap melakukan tugas dengan maksimal.

"Pemakaian jilbab merupakan hak asasi setiap anggota masyarakat. Tetapi karena kita memproklamirkan maka kita juga harus merelakan hak asasi kita untuk dibatasi, bukan hanya persoalan jilbab saja, namun termasuk hak memilih dan dipilih," kata dia.

"Yang ingin menjadi anggota polri kita sendiri, sehingga setelah menjadi anggota jangan banyak menuntut. Berbuatlah yang terbaik demi bangsa dan negara, bukan menuntut," katanya menambahkan.

Sepanjang aturan masih tidak memperkenankan pemakaian jilbab, Ia meminta agar anggota polwan tetap mematuhi aturan yang ada.

"Insya Allah tidak berdosa karena termasuk kita merelakan hak asasi kita ini, karena memproklamirkan diri menjadi anggota polri," katanya.

MUI dan NU Kecam Kapolri yang Nyatakan Polwan Tidak Berjilbab Tidak Berdosa

Pendapat tersebut menuai reaksi keras dari berbagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
DUTAonline, JAKARTA – Pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman saat menghadiri acara di Yogyakarta, Kamis (13/3) lalu, terkait polisi berjilbab (Polwan) menuai kecaman. Dalam statemennya, Sutarman menilai Polwan yang tidak berjilbab tidak akan berdosa.
Pendapat tersebut menuai reaksi keras dari berbagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua PBNU, Maksum Machfoedz, menyatakan Kapolri jelas bukan ahli syariat sehingga tidak berhak menentukan fatwa jilbab bagi Polwan. “Sejak kapan Kapolri menjadi ahli syariat ya? Soal jilbab itu pilihan bagi Polwan dan titik berat pilihan tidak terletak pada merasa berdosa atau tidak. Itu bukan titik pentingnya dan sama sekali bukan urusan Kapolri!” kata Maksum, kemarin.
Menurutnya, titik terpentingnya adalah toleransi terhadap keberagaman beragama. Jadi, sangat disayangkan kalau seorang pejabat tega-teganya melarang hak seseorang untuk menjalankan syariat.
Maksum menilai, Kapolri jelas telah menyakiti hati dan keimanan sekelompok orang, sehingga tentu pantas dipertanyakan kredibilitasnya. Apalagi kalau itu menyangkut perangkat penegak hukum.
Sebab, dalam pilar-pilar hak asasi manusia (HAM) menurut NU, dasarnya cukup jelas, yakni Al-Kulliyyat Al-Khams. Jadi, pernyataan Kapolri itu justru menodai pilar pertama, yaitu hifdzu ad-diin atau perlindungan atas keberagamaan.
Kecaman serupa juga disampaikan, Ketua MUI Ahmad Cholil Ridwan. Ia mengimbau Kapolri menggunakan jabatannya agar selaras dengan ibadah kepada Allah SWT. Cholil mencontohkan polwan di negara tetangga seperti Brunei dan Malaysia yang banyak menggunakan jilbab. “Sangat ketinggalan zaman jika polwan tidak diizinkan untuk menggunakan jilbab,” kata Cholil.
Kapolri, sebut Cholil, tidak punya kapasitas dalam menyatakan soal berdosa atau tidak berdosa. Kapolri bukan ulama. Kecuali jika pernyataan Kapolri mengutip ulama atau berdasarkan salah satu ayat di Alquran.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Drs H Choirul Anam mengatakan, pernyataan kapolri tidak bisa dianggap ditujukan seutuhnya pada muslimah. “Karena tidak semua polwan itu Muslim,” kata dia. Tetapi, kalau memang polwan adalah seorang Muslim, memang lebih baik menutup aurat.
older posts newer posts back home